SEX REVERSAL PADA IKAN KONGO TETRA (Micralestes interruptus)
DENGAN MENGGUNAKAN HORMON 17α-METILTESTOSTERON
DENGAN MENGGUNAKAN HORMON 17α-METILTESTOSTERON
(Makalah Fisiologi
Reproduksi Hewan Air)
Oleh :
LUQMAN HAKIM
1114111030
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
A.
PENDAHULUAN
Ikan hias memiliki corak warna dan bentuk yang
beraneka macam, sehingga memiliki nilai keindahan tersendiri. Keindahan dari
ikan hias inilah yang ditawarkan untuk dapat dinikmati oleh setiap mata yang
memandang, berbeda dengan ikan konsumsi yang menawarkan cita rasa. Secara
ekonomi, bisnis ikan hias jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan bisnis
ikan konsumsi. hal ini karena penjualan ikan hias dilakukan per individu dan
orang-orang yang yang biasa membeli adalah orang-orang yang memiliki nilai seni
tinggi dan dari kalangan menengah atas.
Budidaya ikan hias pada dasarnya tidaklah susah,
dengan lahan yang sempit dan modal yang relatif sedikit, usaha budidaya ikan
hias sudah dapat dilakukan, akan tetapi butuh sumberdaya manusia yang ahli.
Salah satu ikan hias yang berpotesi untuk dikembangkan adalah ikan tetra kongo
(Micraleptus
interruptus). Keindahan ikan tetra kongo terletak pada sisiknya yang
dapat memantulkan warna pelangi cerah menyala, sisi tubuhnya berwarna-warni
antara kuning hijau dan biru, perut keperakan dan bentuk siripnya yang panjang
menjuntai seolah berumbai, serta diantara cagak ekor tumbuh jari - jari sirip
memanjang seperti kucir. Keindahan dari ikan tetra kongo tersebut hanya akan nampak
pada ikan jantan saja, sehingga harga jual ikan kongo tetra jantan lebih mahal.
Karena ikan jantan memiliki warna indah dan bernilai
jual tinggi, hal ini kemudian mendorong untuk dilakukannya produksi ikan tetra
kongo jantan, pengubahan kelamin (sex reversal) merupakan salah satu teknik
yang dapat dilakukan untuk mendapatkan individu jantan lebih banyak. Salah satu cara yang banyak digunakan untuk
pengubahan kelamin ikan menjadi jantan adalah dengan pemberian hormon 17
alfa-metiltestosteron melalui teknik perendaman larva maupun telur ikan.
B.
DESKRIPSI
IKAN KONGO TETRA
Ikan kongo
tetra termasuk ke dalam famili Characidae dan berasal dari Afrika. Ikan ini
merupakan salah satu jenis ikan hias yang mudah berkembang biak. Seperti halnya
dengan ikan gapi dan cupang, ikan kongo tetra jantan lebih mahal dibandingkan
dengan betinanya, karena ikan jantan lebih menarik dengan adanya sirip punggung
yang memanjang menyerupai rumbai-rumbai yang bisa sampai menyentuh sirip ekor.
Di bawah cahaya lampu, ikan jantan juga biasanya memancarkan cahaya yang
berwarna emas dan turquoise. Ikan ini hidup dengan baik di lingkungan dengan
temperatur 25-27oC.
C.
APLIKASI
SEX REVERSAL PADA IKAN
1.
Pemeliharaan
Induk
Pemeliharaan
induk dilakukan dalam akuarium berukuran 100 cm x 50 cm x 50cm dengan kepadatan
100 induk. Pemeliharaan induk ikan jantan dan betina ikan tetra kongo dilakukan
secara terpisah. Induk diberi makan larva cuk merah beku dengan frekuensi 2
kali sehari secara adlibitum (sampai kenyang). Sebelum diberikan larva cuk
merah dicairkan dan dibersihkan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi kekeruhan media pemeliharaan karena warna merah larva cuk merah
tersebut. Setelah umur 7-8 bulan, induk sudah mencapai matang gonad.
2.
Pemijahan
Ikan tetra kongo jantan dan betina daapat dilihat
dari corak warna, pada jantan lebih indah dan begitu sebaliknya. Induk yang
matang gonad kemudian dipijahkan secara massal dalam akuarium berukuran 60 cm x
30 cm x 40 cm dengan perbandingan induk betina dan jantan adalah 1 : 2. Wadah
sebaiknya disucihamakan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan kalium
permanganat (PK). Air yang digunakan pun harus steril dan jernih dengan pH
sekitar 6,5 serta suhu 22-26oC, namun suhu paling optimum berada
pada suhu 24oC. Substrat yang digunakan untuk menempelkan telur
berupa tanaman air berupa hydrilla
atau tanaman air yang mengapung dengan akar panjang seperti eceng gondok atau myriophyllum. Pemijahan berlangsung
lama, sekita 1-2 hari bahkan mencapai 3 hari lamanya.
3.
Perendaman
Hormon
a.
Perendaman
pada Embrio dan Penetasan
Telur hasil pemijahan
selanjutnya diinkubasi dan dibiarkan hingga mencapai fase bintik mata, fase ini
akan tercapai kursng lebih setelah 48-50 jam. Setelah fase mata terbentuk, baru
dilakukan perendaman. Perendaman dilakukan menggunakan hormon 17α-metiltestosteron
dengan dosis 15 mg/liter air. Pelarutan dilakukan dengan memasukkan hormon ke dalam
1 ml alkohol 70 %. Kemudian larutan hormon dimasukkan ke wadah perendaman yang
berupa mangkuk bervolume 1 liter.
Telur pada fase bintik mata
direndam pada mangkuk selama 8 jam dengan kepadatan 100-150 embrio/ l. Agar
pemanfaatan hormon lebih efisien, maka dapat digunakan kepadatan embrio yang
lebih tinggi.setelah direndam telur kemudian dipindahkan ke akuarium
pemeliharaan yang berukuran 60 cm x 30 cm x 40 cm. Untuk
mencegah timbulnya jamur pada telur-telur selama inkubasi, media diberi larutan
methlyne blue secukupnya sampai air
berwarna agak kebiru-biruan. Sehari setelahnya, dilakukan penyortiran terhadap
telur-telur yang busuk. Telur akan menetas setelah 7 hari dan larva didiamkan
selama dua hari di akuarium penetasan.
b.
Perendaman
pada Larva
Penetasan dilakukan
sama seperti yang dilakukan pada metode perendaman telur. Namun, pada proses
ini telur yang ditetaskan tidak direndam terlebih dahulu, melainkan dilakukan setelah
telur menetas. Setelah menetas, larva dipelihara sampai berumur 7 hari kemudian setelah itu dilakukan perendaman
hormon. Hormon yang digunakan adalah 17α-metiltestosteron dengan dosis
4 mg/l.
Pelarutan dilakukan dengan
memasukkan hormon ke dalam 0,5 ml alkohol 70 %. Kemudian larutan hormon
dimasukkan ke wadah perendaman yang berupa mangkuk bervolume 1 liter. Jumlah
larva yang direndam sebanyak 150 ekor/liter dan direndam selama 8 jam.
Pemeliharaan dilakukan setelah proses perendaman
pada telur dan perendaman larva selesai. Perawatan pada ke dua perlakuan ini
sama, yaitu setelah 2 hari di akuarium penetasan kemudian dipindahkan ke wadah
pemeliharaan. Pemberian pakan dilakukan
setelah kuning telur (yolk sac) habis
yaitu mulai hari ke 2 sejak menetas. Larva yang berumur 2-10 hari diberi paka
berupa kuning telur ayam yang dimasak dan disaring, pakan diberikan 3 kali
sehari. Setelah 10 hari sampai 1 bulan,
ikan dapat diberi pakan hidup berupa naupli artemia atau dapat juga daphnia
yang terlebih dulu disaring. Selanjutnya larva diberi pakan cacing Tubifex sampai anakan berumur 3 bulan,
dan diberikan 3 kali sehari secara adlibitum.
Untuk menjaga kualitas air perlu dilakukan
penyiponan air dua hari sekali, selain itu perlu juga dilakukan pergantian air
sepertiga bagian. Air yang digunakan untuk mengganti adalah air yang sudah
diendapkan terlebih dulu selama 24 jam, karena pengendapan memberikan
kesempatan kandungan mineral air untuk teroksidasi.
5.
Identifikasi
Jenis Kelamin
Setelah masa pemeliharaan selesai, maka perlu
dilakukan identifikasi hasil yaitu dengan pengamatan morfologi dan histologi.
Secara morfologi, identifikasi dilakukan pada ikan yang sudah berumur 2-3
bulan. Sedangkan secara histologi dapat
dengan pemeriksaan jaringan gonad. Gonad diambil dan dihancurkan pada gelas
objek sampai halus, kemudian diteteskan larutan asetokarmin. Preparat didiamkan
dan didiamkan beberapa menit, kemudian diamati menggunakan mikroskop. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa perendaman embrio dengan dosis 25 mg/l dengan lama perendaman
8 jam menunjukkan hasil terbaik yaitu didapatkan 78,2 % berkelamin jantan.
DAFTAR
PUSTAKA
Bachtiar,
Yusuf. 2004. Budi Daya Ikan Hias Air
Tawar untuk Ekspor. Agromedia. Jakarta.
Zairin,
Muhammad. 2002. Sex Reversal :
Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina. Penebar Swadaya. Jakarta.
1 komentar:
PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO
menyediakan Methyl Testosteron 100 mg untuk kebutuhan penelitian, laboratorium, mandiri, dan perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111
atau kunjungi juga kami di https://www.tokopedia.com/indobiotech
Posting Komentar