PEMIJAHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias
sp.)
(Laporan Praktikum Genetika
dan Pemuliaan Ikan)
Oleh
LUQMAN HAKIM
1114111030
1114111030
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk di Indonesia, jumlah kebutuhan pangan pun semakin meningkat. Kesadaran masyarakat untuk memilih makanan
yang begizi harus sejalan dengan jumlah ketersediaan bahan pangan yang ada,
terutama kebutuhan sumber protein yang didapat dari hewan. Ikan merupakan salah satu alternatif sumber
protein tinggi dengan harga yang dapat dijangkau kalangan masyarakat dari
golongan menengah kebawah sampai golongan menengah ke atas.
Ikan lele merupakan salah satu
komoditas ikan air tawar yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat. Perkembangan ikan lele semakin meningkat
setelah masuknya lele dumbo ke Indonesia sekitar tahun 1985. Lele dumbo merupakan ikan hasil persilangan
antara lele betina dari spesies Clarias
fuscus dengan pejantan dari spesies Clarias
mossambicus, memiliki sifat-sifat yang unggul, diantaranya pertumbuhan yang
cepat dibandingkan dengan lele lokal.
Selain itu, ikan ini dapat dipijahkan sepanjang tahun dengan fekunditas
telur yang tinggi, serta mampu hidup di lingkungan dengan kulaitas perairan
yang buruk (Nasrudin, 2010).
Keunggulan dan kemudahan
membudidaya ikan lele dumbo telah membuat pembudidaya tidak lagi memperhatikan
kaidah-kaidah proses produksi benih yang baik, terutama dalam hal pemilihan
induk. Penggunaan induk lele dumbo yang
tidak sesuai seperti adanya perkawinan sekerabat (inbreeding) yang terus menerus, menyebabkan penurunan kualitas
genetik ikan lele dumbo. Akibatnya, benih yang dihasilkan tidak mampu memenuhi
kebutuhan pangsa pasar yang ada karena ketersediaan yang tidak menentu serta
kualitas yang menurun.
Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan
begitu saja, karena permintaan ikan lele makin hari makin meningkat, dengan
kualitas benih yang ada, tentu permintaan tidak dapat dipenuhi. Kalaupun bisa
terpenuhi, benih yang dihasilkan tidak berkualitas. Melalui Balai Besar Pengembangan Air Tawar
(BBPBAT) Sukabumi, perbaikan dilakukan melalui silang balik (backcross) antara lele dumbo jantan
generasi ke enam (F6) dengan lele dumbo betina tetuanya generasi ke dua (F2).
Dari perkawinan ini dihasilkan lele strain baru yang diberi nama Lele
Sangkuriang dan telah dirilis sebagai lele varietas unggul pada pertengahan
tahun 2004 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (Nasrudin, 2010).
Untuk mengatasi kekhawatiran akan
adanya penurunan kualitas induk seperti yang terjadi pada lele dumbo,
diperlukan sumberdaya manusia yang terampil dan paham terhadap kaidah-kaidah
produksi benih ikan yang baik, yaitu dengan memperhatikan kualitas induk dan teknik
pemijahan yang efektif dan efisien.
Sehingga pasokan benih tercukupi, namun tetap memiliki jaminan kualitas
yang unggul.
B. Tujuan
Melalui praktikum ini, diharapkan
mahasiswa mengerti dan paham pentingnya melakukan pembenihan ikan dengan cara
yang baik dan benar, sehingga kuantitas dan kualitas benih tetap terjaga.
II. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan mulai
tanggal 14 Maret 2013 sampai dengan selesai bertempat di Laboratorium Basah (wet lab) Perikanan, Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini
adalah alat suntik (spuit), bak pemijahan, ember, serok, kakaban, pemberat,
handuk, heater, mikroskop, sikat tembok kamera, cover glass, pipet tetes,
golok, gergaji, dan stop kontak/terminal. Sedangkan bahan-bahan yang dipakai
adalah induk ikan lele, pakan ikan (pellet dan keong mas), hormon ovaprim,
garam ikan, dan air bersih.
C. Cara Kerja
1.
Pemeliharaan
Induk
Pemeliharaan induk merupakan
kegiatan memelihara induk yang akan digunakan agar benar-benar matang gonad
dalam wadah yang terkontrol. Induk yang akan dipijahkan adalah ikan lele
sangkuriang yang didatangkan dari BBPBAT Sukabumi melalui Balai Benih Ikan
Metro, Lampung dan dari Saudara Suhendra Yudha.
Induk dari Metro dipelihara selama satu minggu, sedangkan dari saudara
Suhendra tidak dilakukan pemeliharaan karena induk sudah siap pijah. Dalam
pemeliharaan induk, bak yang digunakan sebanyak dua buah, dimana pemeliharaan
antara indukan jantan dan betina dipisah.
Selama pemeliharaan, induk diberi makan keong mas pada pagi dan sore
hari secara adlibitum.
Ciri-ciri induk jantan yang siap
memijah adalah perutnya ramping, ukuran 500-800 gram dan papila berwarna merah serta panjangnya melewati pangkal sirip
anal. Sedangkan pada induk betina perut
besar dan lembek bila diraba, kloaka memerah dan membengkak, bila sekitar
kloaka diurut akan mengeluarkan beberapa butir telur berwarna kuning.
2.
Persiapan
Bak Pemijahan
Bak yang digunakan untuk memijahkan
berukuran 2x4 m. Sebelum diisi air, bak
dibersihkan dan dikeringkan. Setelah bersih, bak diisi air bersih setinggi
20-25 cm, lalu didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya kakaban disusun didasar
kolam sebanyak empat buah. Kakaban
berfungsi sebagai substrat tempat menempelnya telur.
3.
Pemberokan
Sebelum didatangkan, induk sudah
diseleksi dari sumber induk diperoleh.
Sehingga, setelah masa pemeliharan yang harus dilakukan sebelum
pemijahan adalah pemberokan atau pemuasaan.
Pemberokan dilakukan di bak pemeliharaan selama satu hari. Kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi
kandungan lemak yang ada pada gonad yang akan menghambat pengeluaran telur,
selain itu pemberokan juga bertujuan untuk memudahkan membedakan induk yang
perutnya besar akibat pakan atau karena gonad.
4.
Pemijahan
a.
Secara
Alami (Natural spawning)
Pemijahan secara alami dilakukan
tanpa menggunakan hormon perangsang, sehingga induk yang harus dipijahkan
adalah induk yang benar-benar matang gonad. Pemijahan dilakukan dengan rasio
perbandingan betina dan jantan sebanyak 1 : 1. Induk dimasukkan ke dalam bak pemijahan
pada sore hari menjelang petang, dan diharapkan akan memijah pada malam
hari. Ikan lele menyukai kondisi yang
gelap, sehingga didalam ruangan lampu tidak dihidupkan.
b.
Semi
Alami (Induce spawning)
Pemijahan semi alami pada dasarnya
hampir sama dengan pemijahan alami, perbedaannya terdapat pada penyuntikan
hormon. Akan tetapi, setelah penyuntikan
induk dilakukan tidak dilakukan pengurutan pada betina, melainkan induk jantan
dan betina disatukan dalam bak pemijahan. Penyuntikan ini bertujuan untuk merangsang
pematangan gonad, dan dilakukan pada induk jantan dan betina. Menurut Subagja
(2010), dosis yang direkomendasikan untuk penyuntiksn induk betina adalah
0,6-0,75 ml/Kg induk, sedangkan untuk induk jantan adalah ,5 ml/Kg induk. Pada
praktikum ini, penyuntikan dilakukan pada siang hari, kemudian induk
dikembalikan ke bak pemeliharaan.
Setelah itu, pada sore harinya induk jantan dan betina disatukan dalam
bak pemijahan berukuran 2x4 m.
Diharapkan pada malam harinya ikan dapat memijah.
5.
Penetasan
Telur
Setelah induk memijah,
induk diangkat dan dikembalikan ke bak pemeliharaan. Selanjutnya kakaban di
apungkan dengan membalikkan kakaban, sehingga lapisan kakaban yang ditempeli
telur berada dibagian bawah. Hal ini bertujuan agar telur mendapat suplai
oksigen, karena permukaan air merupakan tempat masuknya oksigen ke dalam air.
IV. PEMBAHASAN
Selama praktikum, dilakukan
pemijahan sebanyak empat kali, tiga kali secara alami dan satu kali semi alami
dengan induk sebanyak enam pasang. Pemijahan pertama dilakukan dengan
menggunakan induk yang diperoleh dari BBI Metro, dan setelah semalam disatukan,
induk tidak memijah. Dengan induk yang
sama, kami coba lagi dengan menyuntikan hormon ovaprim. Setelah disatukan, keesokan harinya induk
tidak memijah.
Karena induk dari Metro gagal
memijah, maka didatangkan kembali induk lele dsri saudara Suhendra. Induk yang didatangkan sudah diseleksi
terlebih dahulu, sehingga setelah datang ikan langsung dipasangkan pagi itu
juga. Setelah dipasangkan, siang harinya induk sudah memijah. selanjutnya induk
tersebut dikembalikan di bak pemeliharaan dan kakaban diapungkan. Berdasarkan
pengamatan embrio, telur-telur tersebut menetas setelah 18-24 jam. Namun,
berbeda dengan kondisi telur yang ada di bak pemijahan, telur-telurnya justru
berwarna putih susu, dan ini menandakan bahwa telur gagal menetas.
Pada pemijahan yang ke empat, induk
didatangkan dari saudara Suryo yang menurut informasi berasal dari Metro. Induk
tersebut sebanyak sepasang, dan dipijahkan dengan memasangkannya pada sore
hari. Keesokan harinya, ikan sudah
bertelur dan induk segera dipindahkan. Setelah 24 jam setelah bertelur, larva
ikan sudah mulai nampak, namun pada hari ke dua setelah menetas larva mati.
Dari beberapa prcobaan pemijahan
yang dilakukan, kesemuanya mengalami kegagalan, baik pada saat pemijahan,
penetasan atapun perawatan larva. Pada
pemijahan pertama dan kedua, diduga induk belum siap pijah, dan stress.
Terlihat dari kondisi induk betina yang kurus dan sirip gripis. Sehingga meskipun telah dirangsang dengan
hormon ovaprim, ikan tetap tidak mau memijah.
Pada pemijahan ke tiga, induk sudah
bertelur, namun gagal saat penetasan.
Hal ini diduga akibat kualitas air yang tidak sesuai standar, terutama
temperatur dan kelarutan oksigen. Rendahnya temperatur
air akibat tidak adanya cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Untuk mengantisipasi kondisi ini, dapat
menambahkan aerasi dan heater.
Selanjutnya pada pemijahan yang ke
empat, ikan bertelur dan untuk mengoptimalkan suhu, telah ditambahkan
penghangat. Secara visual, yaitu dengan
mengamati warna telur, diperkirakan sekitar 50 % telur menetas. Namun setelah
satu hari menetas larva mati semua. Permasalahannya hampir sama dengan
pemijahan ke tiga meski telah ditambahkan heater. Akan tetapi, secara keseluruhan permasalahan
timbul dari kondisi tempat pemijahan yang kurang ideal, tidak ada sumber cahaya,
kondisi lembab yang memicu timbulnya penyakit, serta kurangnya respon dari
praktikan terhadap kondisi tempat tersebut.
Pada kondisi lembab dan tidak ada sinar matahari, bak pemijahan bisa
kering namun tidak menjamin bahwa bibit penyakit mati akibat pengeringan.
Permasalahan diatas dapat
diselesaikan dengan memanipulasi tempat memijah. Bisa dengan penambahan heater,
bila satu tidak cukup dapat dilebihkan, bisa dengan menambahkan aerasi untuk
suplai oksigen atau dapat pula menambahkan lampu pijar yang bisa dihidupkan 24
jam selama penetasan telur agar suhu optimal. Selain itu, untuk memastikan bak
pemijahan sudah steril, maka dapat dilakukan pengapuran, atau dengan
menyemprotkan bahan desinfeksi lain ke dinding dan dasar bak.
Untuk kedepannya, apabila
ingin melakukan usaha pembenihan maka kondisi tempat pemijahan seperti diatas tidak
direkomendasikan. Hal ini merupakan pelajaran berharga bagi kami selama
praktikum. Setidaknya banyak pengalaman
yang bisa didapat dan bisa menjadi bahan pembelajaran bagi kami untuk terus
menggali informasi terkait teknik budidaya ikan lele yang baik dan benar.
IV. PENUTUP
Pada akhir laporan ini, penulis
bersyukur kehadirat Allah Swt. atas
terselesaikannya penulisan laporan ini sekaligus berterima kasih kepada dosen
pengampu atas bimbingannya dan rekan-rekan mahasiswa Budidaya Perairan yang
mengambil mata kuliah Genetika dan Pemuliaan Ikan atas kerjasamanya. Kegagalan demi kegagalan yang terjadi
merupakan pelajaran berharga. Dan kedepannya, perlu ditingkatkan lagi
pengetahuan mengenai teknik pembenihan ikan lele, dan ikan-ikan ekonomis lain,
baik melalui sumber bacaan atau langsung melakukan praktik. Semoga
tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasrudin.
2010. Jurus Sukses Beternak Lele
Sangkuriang. Agromedia. Jakarta.
Subagja, Jojo. 2010. Pemijahan
Buatan Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Tawar. Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar